Dasar Hukum Putusan Bebas dan Putusan Lepas

Apa perbedaan putusan bebas dan lepas ?

Dasar Hukum Putusan Bebas dan Putusan Lepas

MJ. Jakarta – Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 191 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terdapat dua jenis putusan yang dapat dijatuhkan oleh pengadilan terhadap terdakwa, yaitu putusan bebas dan putusan lepas, dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Putusan Bebas
Putusan bebas dijatuhkan apabila pengadilan berpendapat bahwa kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dari hasil pemeriksaan di persidangan. Dalam hal ini, terdakwa dinyatakan bebas dari segala dakwaan.

2. Putusan Lepas

Putusan lepas diberikan apabila pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, namun perbuatan tersebut tidak merupakan tindak pidana. Dengan demikian, terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.

Kedua putusan ini merupakan bentuk perlindungan hukum bagi terdakwa, sesuai dengan prinsip keadilan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

Lebih lanjut, pada bagian Penjelasan Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan” adalah apabila dalam penilaian hakim, berdasarkan proses pembuktian yang dilakukan dengan menggunakan alat bukti sesuai ketentuan hukum acara pidana, tidak cukup bukti untuk menyatakan terdakwa bersalah.

Hal ini berarti bahwa hakim harus berpegang pada standar pembuktian yang sah dan meyakinkan, yang diatur dalam hukum acara pidana, sebelum memutuskan kesalahan terdakwa.

Perbedaan Putusan Bebas dan Putusan Lepas

Mengacu pada pendapat Lilik Mulyadi dalam bukunya Hukum Acara Pidana (hal. 152-153), terdapat perbedaan mendasar antara putusan bebas dan putusan lepas sebagai berikut:

1. Putusan Bebas (Vrijspraak)
Dalam putusan bebas, tindak pidana yang didakwakan oleh jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Dengan kata lain, ketentuan mengenai asas minimum pembuktian (yang memerlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah) tidak terpenuhi, dan hal ini disertai dengan keyakinan hakim bahwa terdakwa tidak bersalah.

2. Putusan Lepas (Onslag van Recht Vervolging)
Sebaliknya, dalam putusan lepas, segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan jaksa/penuntut umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, namun terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana. Hal ini disebabkan karena perbuatan yang dilakukan bukan merupakan tindak pidana, misalnya masuk ke dalam ranah hukum perdata, hukum adat, atau hukum dagang.

Dengan demikian, perbedaan utama terletak pada pembuktian dan kualifikasi perbuatan: putusan bebas terjadi karena tidak terbuktinya tindak pidana, sedangkan putusan lepas terjadi karena meskipun perbuatan terbukti, hal tersebut bukan merupakan tindak pidana.

Berdasarkan pendapat Lilik Mulyadi yang telah disebutkan di atas, menurut tim Gerai Hukum Art & Rekan, penjatuhan putusan bebas dan putusan lepas oleh seorang hakim terhadap pelaku suatu tindak pidana (yang unsur-unsur pasal yang didakwakan terbukti) dapat dibedakan dengan melihat ada atau tidaknya alasan penghapus pidana (strafuitsluitingsgronden).

Alasan penghapus pidana ini dapat berupa alasan yang terdapat dalam undang-undang, seperti alasan pembenar atau alasan pemaaf, maupun alasan yang berada di luar undang-undang, misalnya adanya izin.

Dengan demikian, perbedaan antara kedua jenis putusan tersebut dapat dipahami melalui adanya faktor-faktor yang membebaskan terdakwa dari tanggung jawab pidana meskipun perbuatan yang dilakukan telah terbukti sesuai dengan dakwaan.

Jika seseorang terbukti melakukan perbuatan pencemaran nama baik, namun tindakan tersebut dilakukan karena terpaksa untuk membela diri, maka hakim harus menjatuhkan putusan lepas dan bukan putusan bebas.

Hal ini disebabkan oleh adanya alasan penghapus pidana yang dapat membebaskan terdakwa dari tanggung jawab hukum meskipun perbuatan pencemaran nama baik telah terbukti.

Perbedaan ini penting untuk dipahami, terutama dalam konteks hukum, agar dapat memberikan keadilan bagi terdakwa yang terpaksa melakukan tindakan tersebut demi mempertahankan dirinya. Semoga penjelasan mengenai perbedaan putusan lepas dan putusan bebas ini bermanfaat.

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Referensi:

– Lilik Mulyadi. Hukum Acara Pidana. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007.
– Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Penulis: Arthur George Hendiriezon Leonard Noija S.HEditor: Red