MJ. Bandung – Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Cabang Kabupaten Bandung menyampaikan keprihatinannya terhadap permasalahan yang tak kunjung selesai terkait dengan sumber mata air Cinunuk, yang berlokasi di Kampung Cibolerang dan Sukahayu, Kecamatan Cinunuk, Kabupaten Bandung.
Mereka menilai bahwa isu ini sudah berlangsung lama tanpa ada solusi konkret dari pemerintah daerah maupun pusat, sehingga mempengaruhi kualitas hidup warga setempat yang bergantung pada mata air tersebut.
Air merupakan bagian dari kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana telah ditulis dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Mata air merupakan salah satu sumber air yang penting dalam penghasil air bersih yang biasa masyarakat gunakan untuk berbagai keperluan hidup.
Begitu juga dengan masyarakat Cinunuk yang seharusnya mendapatkan hak nya secara penuh untuk mendapatkan air, namun sejak 2019 hingga saat ini wilayah tersebut mengalami penurunan kualitas air yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Dikarenakan adanya dugaan komersialisasi dan privatisasi dengan cara pipanisasi mata air oleh pihak swasta yang mana kegiatan komersialisasi air ini diduga kurang memiliki izin yang jelas, jikalau jelas pun izin dalam hal ini harus digunakan sebagai alat kontrol, bukan sebagai alat pengendalian, karena Hak Guna Air merupakan alat dalam sistem perizinan yang digunakan pemerintah untuk membatasi jumlah atau volume air yang boleh diperoleh atau dimanfaatkan oleh yang berhak.
Dengan demikian, pihak swasta hanya diperbolehkan memanfaatkan dalam jumlah atau alokasi tertentu sesuai dengan izin yang diberikan negara secara tegas, dan tidak diperbolehkan melakukan pengendalian terhadap sumber atau daya air.
Selain itu, dampak dari kerusakan lingkungan dan kegiatan pipanisasi semakin memperburuk kondisi sumber mata air ini. Warga di sekitar Cinunuk, yang sebagian besar menggunakan air tersebut untuk kebutuhan rumah tangga dan pengairan sawah merasa sangat terdampak.
Masyarakat mengalami kekeringan pada sawah yang mereka garap sehingga beberapa penggarap sawah mulai kehilangan pekerjaan karena sawah terlalu kering dan tidak bisa di garap, begitupun kebutuhan air rumah tangga yang kurang memadai, sebagian masyarakat menggunakan air secara terbatas, seperti sistem buka tutup yang mana air tersebut membatasi penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga.
Dengan keadaan seperti itu sangat jelas tergambar bahwa masyarakat jauh dari kata sejahtera dan pemerintah dapat dianggap gagal dalam usaha mensejahterakan rakyat, karena berbanding terbalik dengan asas pemerintahan yang baik (good governance) dan asas keadilan dan tidak sesuai dengan pasal 6 UU No.17 Tahun 2019 tentang sumber daya air “negara menjamin hak rakyat atas air guna memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari bagi kehidupan yang sehat dan bersih dengan jumlah yang cukup, kualitas yang baik, aman, terjaga keberlangsungannya, dan terjangkau”
Ketua LKBHMI Cabang Kabupaten Bandung, M Arsyach Syauqi Fahrezi mengatakan bahwa permasalahan ini seharusnya menjadi perhatian lebih besar, mengingat dampaknya yang tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Bandung, tetapi juga wilayah-wilayah di sekitarnya yang turut mengandalkan mata air Cinunuk. “Kami berharap Presiden Prabowo Subianto dapat mengetahui permasalahan ini dan memberikan perhatian khusus untuk segera mencari solusi yang tepat,” ujarnya. (13/12)
Seiring dengan berjalannya waktu, LKBHMI berharap agar presiden serta aparat terkait dapat segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah sumber mata air Cinunuk, guna memastikan ketersediaan air bersih yang layak bagi warga dan menjaga kelestarian alam untuk generasi mendatang. Terkhusus pemerintahan desa yang menjadi lapisan pertama dalam menjaga kekayaan alam yang ada tidak hanya itu pemerintahan desa pun harus turut untuk mengawasi segala perizinan terkait kegiatan pipanisasi oleh pihak swasta secara ketat dan pemerintah desa harus membuat solusi konkrit seperti penutupan kegiatan pipanisasi dan air kembali mengairi sawah agar para pemilik tanah sawah dan para penggarap dapat kembali menggarap sawah dan mendapatkan pekerjaan mereka, sehingga hal ini selaras dengan tujuan Presiden Republik Indonesia yakni mensejahterakan petani dan nelayan.
Pemerintahan pusat pun harus lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat dari lapisan paling bawah. Mengutip pernyataan Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto tentang komitmen Indonesia maju melalui swasembada pangan dan energi sebagai langkah utama guna menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.
Dengan terjadinya kekeringan sawah yang ada di Kampung Cibolerang dan Kampung Sukahayu komitmen terhadap Indonesia maju pun tak dapat terealisasi dengan baik. LKBHMI berharap adanya pengawasan juga yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap permasalahan ini karena hal ini menyangkut kesejahteraan masyarakat bawah yang kerap kali tak terjangkau oleh pemerintah pusat.
Tim Advokasi LKBHMI yang terjun langsung dalam permasalahan sumber mata air ini juga menilai pentingnya keterlibatan berbagai pihak, mulai dari pemerintah desa hingga pemerintah pusat, untuk bertanggung jawab untuk turun tangan dalam penanggulangan kerusakan lingkungan di kawasan sumber mata air tersebut.
Negara melalui pemerintah mempunyai hak untuk mengelola sumber daya air dan sekaligus berkewajiban untuk memeliharanya berdasarkan asas kelestarian untuk mencapai sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Mereka mendesak agar ada regulasi yang lebih ketat dalam pengelolaan sumber daya alam, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku-pelaku yang merusak lingkungan.
Karena jika kegiatan pipanisasi oleh pihak swasta ini terus dilakukan maka masyarakat tidak akan mendapatkan haknya secara penuh. Dengan berbagai tantangan yang ada, diharapkan langkah-langkah konkrit segera diambil agar permasalahan ini tidak semakin berlarut-larut dan dapat teratasi dengan baik.