MJ, JAKARTA – Kasus tambang nikel di Raja Ampat adalah kasus yang kompleks dan melibatkan banyak aspek, termasuk hukum, lingkungan, sosial, dan ekonomi. Ahli hukum memiliki pandangan yang berbeda-beda, namun umumnya sepakat bahwa pertambangan harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip konservasi, keberlanjutan, dan keadilan sosial.
Pemerintah memutuskan mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel yang beroperasi di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keputusan ini diambil setelah keempat perusahaan, yaitu PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP),
PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Nurham dinilai melakukan pelanggaran terhadap ketentuan lingkungan hidup.
Pencabutan IUP empat perusahaan tersebut merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto berdasarkan keputusan Rapat Terbatas (Ratas) serta hasil koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Daerah setempat, baik Gubenur Papua Barat Daya maupun Bupati Raja Ampat.
Salah satu dasar pertimbangan Presiden adalah upaya menjaga kawasan geowisata Raja Ampat sebagai salah satu prioritas utama, dengan tujuan menjaga kelestarian alam dan keanekaragaman hayati laut agar terus terjaga, sekaligus mengembangkan potensi wisata kelas dunia secara berkelanjutan.
Sebagai informasi, seluruh penerbitan perizinan 4 perusahaan pertambangan yang dicabut izinnya terbit sebelum penetapan Geopark Raja Ampat (Geopark ditetapkan 2017 oleh Pemerintah Republik Indonesia dan 2023 oleh UNESCO).
Sebagai anak bangsa juga sebagai praktisi hukum Stefanus Gunawan, S.H., M.Hum Ketua DPC Peradi SAI Jakarta Barat menilai merasa miris melihat kejadian yang menerpa Raja Ampat. Diakui Stefanus Gunawan Dirinya mencintai lingkungan, bangga menjadi anak Indonesia, dan menyukai alam.
“Jadi apapun alasannya, karena kalau sudah mengeksploitasi pasti akan ada perusakan. Terhadap lingkungan. Kalau lingkungan sudah rusak, dampaknya luar biasa bagi wilayah sempat bagi tetangga wilayah setempat juga bagi generasi yang akan datang,” tegas Stefanus Gunawan Selasa (24/6/2024).
Dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah menegaskan larangan aktivitas tambang di pulau kecil.
Pasal 23 ayat (2) beleid ini menyatakan pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan, di antaranya konservasi; pendidikan dan pelatihan; penelitian dan pengembangan; budidaya laut; pariwisata; usaha perikanan dankelautan serta industry perikanan secara lestari; pertanian organik dan peternakan; dan pertahanan dan keamanan negara.
Adapun di luar tujuan konservasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya wajib memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan, memperhatikan kemampuan dan kelestarian, sistem tata air setempat, dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
Kata Stefanus Gunawan menyebut, dalam UU 1 tahun 2024 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil itu sudah diatur. Bahkan dipertegas lagi di dalam Mahkamha Konsitusi No 35 tahun 2023.
“Jadi tidak boleh ada lagi penambangan yang dilakukan di negara ini. Karena umumnya faktanya dampak dari penambang itu merugikan menyengsarakan rakyat dampaknya tidak sebanding dengan hasil yang ditambang. Apakah bisa diperbaiki lagi tidak bisa”
Lalu siapa yang bertanggjawab kata Stefanus Gunawan, kasihan generasi penerusnya cucu nanti menerima dampak ini. Kata Stefanus Gunawan melihat,
Indonesia sangat luar biasa alamnya sudah Tuhan berikan dan para pahlawan memperjuangkan Indonesia ini begitu indahnya.
Di dalam UUD sudah diatur bumi, air, kekayaan, alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan seluas luasnya untuk untuk kemakmuran rakyat, katanya.
Tapi faktanya bisa dilihat kata Stefanus Gunawan heran, lihat daerah daerah yang ditambang apakah itu tambang nikel, emas, logam dan batu coba lihat dampaknya siapa yag menderita khususnya wilayah anak bangsa yang ada di sekitar tambah itu, ungkapnya.
Tegas Stefanus Gunawan mengatakan, bohong kalau tambah itu memberikan kemakmuran bagi Masyarakat. Nggak ada faktanya. Yang ada memberikan kemakmuran bagi pengusaha pengusaha tambang.
“Disnilah peran negara harus hadir. Dampak akan tambang ini sangat luar biasa alam yang sudah begitu indah sudah seperti surga Indonesia ini semua dirusak. Kalau bisa dikatakan itu dosanya bukan hanya kepada Tuhan Maha Kuasa tapi pada seluruh rakyat Indonesia khususnya yang ada di wilayah wilayah tambah itu”
Pertanyaannya, kenapa harus dirusak? Seharusnya kata Stefanus Gunawan menjelaskan, bagimana wilayah itu indah mulai wilayah pesisir pantai juga alam yang luar biasa itu luar biasa indahnya.
Dan diakui dunia, jadi bagaimana mengemasnya lebih baik lagi memberikan rasa aman, nyaman dan dikemas lebih baik mulai trasportasi, jalannya, keamanannya, sehingga seluruh dunia datang ke Indonesia untuk melihat keindahan Indonesia.
“Bukan mencibir bahkan menangis melihat alam Indonesia sudah dirusak,” tegasnya.
Pada akhirnya sebagai Kepala Negara Presiden Prabowo memutuskan mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel yang beroperasi di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Keputusan ini diambil setelah keempat perusahaan, yaitu PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Nurham dinilai melakukan pelanggaran terhadap ketentuan lingkungan hidup.
Pencabutan IUP empat perusahaan tersebut merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto berdasarkan keputusan Rapat Terbatas (Ratas) serta hasil koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup,
Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Daerah setempat, baik Gubenur Papua Barat Daya maupun Bupati Raja Ampat.
Salah satu dasar pertimbangan Presiden adalah upaya menjaga kawasan geowisata Raja Ampat sebagai salah satu prioritas utama, dengan tujuan menjaga kelestarian alam dan keanekaragaman hayati laut agar terus terjaga, sekaligus mengembangkan potensi wisata kelas dunia secara berkelanjutan.
Hal ini pun amini Stefanus Guawan. Dirinya sangat setuju dan mengapresiasi tindakan dari Presiden Prabowo secara tegas menututup tambang tambang karena dampaknya bagi semuanya rakyat Indonesia.
“Inilah kuncinya negara harus hadir dalam hal ini harus berani mengambil sikap. Dalam UU sudah diatur bahkan dipertegas lagi dalam Mahkamah Konsitusi,” katanya.
Untuk itu sebagai anak bangsa Stefanus Gunawan meminta akhiri semua jangan lagi negeri yang kita cintai dan negeri yang indah luar biasa dirusak. Karena tambang tambang itu ijin itu cuma “pulpen dan kertas saja”.
“Siapa yang menikmati yang memberi ijin, pengusaha tambang, tapi lihat dampaknya, bisa dilihat tambang di kalimantan, Bangka dan raja ampat demikian di wilayah wilayah lainnya apakah terus ini dibiarkan,” ujarnya mengajak.
Untuk itu Stefanus Gunawan meminta dengan tegas anak anak bangsa khususnya wilayah wilayah yang begitu indah, kalau bisa rakyat bersama sama menolak jangan sampai wilayahnya dirusak hanya karena modal kertas dan pulpen bisa ijin tambang.
Disisi lain Stefanus Gunawan meminta, bagi Kementerian Kementerian yang terkait dalam hal ini, harusnya Menteri yang membidangi hal itu menolak, melarang, tidak memberikan ijin tambang tidak membiarkan kemudian di evaluasi kembali tambang tambang yang sudah terlanjut diberikan di stop. Jangan diteruskan lagi. Jangan diwariskan kepada anak dan cucu nanti yang sudah rusak, ujarnya miris.
Bicara dari sisi hukum kata Stefanus Gunawan melihat, aparat penegak hukum polisi, kejaksaan, dan pengadilan harus berani. Terhadap para penambang penambang yang melanggar ketentuan aturan yang memberikan dampak buruk yang merusak ekosistim wilayah harus berani mengambil tindakan.
“Jika ada tindak pidananya diangkat dan diberikan hukuman seberat beratnya untuk memberikan efek jera, jika perlu diberikan hukuman ganti rugi pada korporasi tersebut,” tuntutnya.
Dari sisi ranah politik Stefanus Gunawan melihat, alam yang pertama yang harus diselamatkan jangan dirusak dan sebagai insan manusia tidak bisa melawan alam. Akan berdampak pada murka alam nantinya. Jadi kata Stefanus, jangan kaitkan politik dengan alam.
“Secara politik, berpolitiklah yang bersih, jujur pikirkan akan kemakmuran rakyat, alam yang sudah rusak diperbaiki lebih baik lagi. Yang sudah ada jangan dibuat rusak lagi,” ucapnya seloroh.
Stefanus Gunawan meminta tegas penegakan hukum ditegakkan. Kata Dia, Jika penegakan hukum di Indonesia sudah benar benar ditegakan, tidak pandang bulu, tidak tebang pilih, berikan hukuman terberat kepada pelanggar pelanggar hukum khususnya menyangkut, kejahatan luar biasa, lingkungan hidup, eksploitasi anak, narkoba, korupsi, kejahatan yang luar biasa ini harus diberikan sangsi yang terberat.
“Supaya ada efek jera jika pemberian sangsi itu setengah setengah demikian juga vonis dinilai sangat ringan inilah yang mencederai keadilan Masyarakat . Jangan berharap hukum dapat tegak di bangsa ini. Demikian dengan pemberantas tindak pidana korupsi jangan berharap negara ini bisa bersih dari koruspi khususnya kasus suap kalau pemberi suap itu turut dipidana,” tandasnya.
Kalau pemikiran Stefanus Gunawan sebagai Praktisi hukum melihat, justru harus dibuat payung hukum aturannya. Bagaimana pemberi suap itu jangan dipidana. Kenapa, suap menyuap ini dari pejabat, pejabatnya itu kalau memang tidak mau menerima suap tidak mau memberikan gratifikasi bagaimana pun caranya, apapun bentuknya itu tidak akan terjadi.
“Jadi pada intinya agar negara ini ingin bersih pemberi suap itu jangan dipidana. Dan bisa melaporkan tapi jangan dipidana. Siapa yang mau jadi pahlawan kesiangan kalau dia juga turut dipidana. Jadi pejabat akan berpikir untuk menerima suap.
Karena Nasib dia ada di pemberi suap. Jadi bagi saya ini perlu ekstra luar biasa bagi aparat penegak hukum. Karena masih banyak penegak hukum yang baik, bersih dan jujur,” ungkapnya.
Tapi Stefanus Gunawan percaya dan yakin Indonesia ini negara yang sangat luar biasa kedepan Indonesia akan lebih baik kedepannya. Kuncinya hanya satu tegakan dulu penegakan hukum.
“Jika penegakan hukum sudah benar maka sektor sektor ekonomi, budaya, lingkungan itu akan terangkat semuanya. Tapi sebaliknya bagaimana Indonesia bisa maju dari sudut bisnis, dan lainnya penegakan hukumnya masih corat marut. Intinya adalah kemauan, tekatnya untuk penegaka hukum itu dari aparat penegak hukum semua berani atau tidak,” tutupnya. (*)