MAJALAH JAKARTA – Selain penghasil devisa negara, sawit juga menghasilkan emisi yang tinggi dari pembabatan hutan dan limbah cair dari industrinya. Selama ini, sisa proses pengolahan tandan buah segar jarang pernah menjadi sorotan. Padahal, limbah ini juga turut menjadi penyumbang emisi dan berpotensi hingga 28 kali lebih besar.
Kasus pencemaran limbah dari industri sawit sering kali terjadi, hingga berdampak pada pencemaran sungai, air sumur warga hingga kematian ikan di sungai. Hal ini tidak lepas dari pengolahan yang tidak sesuai prosedur.
Salah satunya, pengolahan sistem kolam terbuka. Hal ini masih terjadi di sebagian besar pabrik kelapa sawit. Sistem ini dinilai tidak efisien karena proses penguraian limbah berlangsung tanpa kendali.
Hal itu tercantum dalam penelitian Ledis Heru Saryono Putro (2021) yang menyebutkan limbah cair sawit secara signifikan menghasilkan kombinasi emisi seperti metana (CH₄) dan karbon dioksida (CO₂). Angka per harinya mencapai, masing-masing 261,93 gram per meter persegi dan 595,99 g/m₂. Dalam satu tahun, emisi tersebut setara dengan penyerapan 1,3 juta pohon.
Meski secara angka lebih rendah dua kali lipat dengan emisi CO₂, tapi kontribusi pemanasan globalnya lebih besar dan didominasi metana. “Metana menyumbang sekitar 92,48% dari total gas rumah kaca yang dihasilkan POME,” tulis riset ini.
Metana memiliki potensi pemanasan global 28 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida (CO₂) dan menyumbang 12% dari total emisi gas rumah kaca di Amerika yang berasal dari aktivitas manusia.
Pengolahan limbah cair yang ditampung di kolam terbuka menjadi titik awal persoalan, sebab proses ini melepaskan metana (CH₄) dalam jumlah besar ke atmosfer. Risiko itu terjadi saat memasuki fase penguraian.
Pada kolam-kolam terbuka, reaksi biologis berlangsung tanpa henti, menciptakan ruang bagi pelepasan gas rumah kaca yang selama bertahun-tahun luput dari perhatian publik maupun pengambil kebijakan. Pada fase tersebut, penguraian limbah yang memicu keluarnya emisi dalam jumlah signifikan.
Berbagai riset ilmiah menunjukkan bahwa sistem pengolahan limbah terbuka (open ponds) pada pabrik sawit menjadi salah satu penyumbang utama emisi metana di Asia Tenggara. Proses anaerobik terjadi pelepasan gas metana secara terus-menerus ke atmosfer tanpa ada sistem penangkapan yang efektif.
Pilihan menjadi energi terbarukan
Berdasarkan laporan Energy Generation from Palm Oil Mill Effluent (POME): The Environmental Impact Perspective(AIDIC, 2019), POME memiliki potensi sebagai sumber energi jika dilakukan dengan sistem kolam tertutup. Riset yang dilakukan di Malaysia ini, menyebutkan meski berpotensi tapi memiliki dampak emisi gas rumah kaca.
Limbah ini dapat menghasilkan biogas melalui pengolahan biologis yang diubah menjadi listrik. Namun, sekitar 80% POME di Malaysia masih menggunakan sistem kolam terbuka. Teknologi pengolahan ini akan memberi dampak yang berbeda terhadap emisi gas rumah kaca.
“Perhitungan CO2-eq untuk POME yang menerapkan sistem tertutup sangat penting untuk mengoptimalkan pengurangan emisi. Meskipun sistem tertutup tidak 100% efisien, setidaknya penggunaan yang lebih luas dapat membantu mencegah masalah pemanasan global menjadi lebih parah,” tulis riset tersebut.
Pada pengolahan sistem tertutup, meski membutuhkan modal awal lebih besar tapi energi yang dihasilkan bisa langsung menggantikan listrik jaringan atau bahan bakar fosil di dalam pabrik. Dengan kata lain, investasi yang tepat tidak hanya menurunkan jejak karbon, tetapi juga mengubah POME menjadi sumber energi terbarukan yang mengurangi biaya operasional.
Putro itu juga membuat model hitungan sumber daya yang bisa dimanfaatkan. Pabrik dengan kapasitas 30 ton Tandan Buah Segar (TBS) per jam, potensi konversinya bisa mencapai 1,045 MWe, atau sekitar 8.600 MWh listrik per tahun.
Dia mengatakan strategi paling efektif untuk menekan emisi sekaligus meningkatkan efisiensi energi adalah dengan menerapkan teknologi penangkapan metana (methane capture). Langkah ini tidak hanya mengurangi jejak karbon industri, juga membuka peluang ekonomi dari energi hijau dan kredit karbon (Certified Emission Reduction).
“Metana dari POME merupakan gas rumah kaca yang kuat sekaligus sumber energi terbarukan yang sangat potensial. Namun tingkat pemanfaatannya hanya sekitar 5% pabrik sawit yang mengonversinya menjadi energi,” tulis Putro dalam laporannya.
Bicara pengolahan limbah cair kelapa sawit tak melulu emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan, juga dampak pencemaran di sekitarnya. Banyak peristiwa terjadi, di Kalimantan Barat, misalnya terjadi pencemaran air sungai akibat operasional pabrik sawit.
Contoh lain, dari tak terpenuhinya standar pengolahan limbah sawit tampak di Desa Rowo Rejo, Kabupaten Pringsewu, Lampung, yang dilaporkan dalam Legal Empowerment: Jurnal Pengabdian Hukum (Dauri dkk., 2025). Limbah cair dari usaha memanfaatkan tandan sawit untuk budidaya jamur telah mencemari air sumur warga setempat. Akibatnya, masyarakat harus membeli air bersih karena sumber air bawah tanah mereka tak lagi layak konsumsi.
“Tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan, tetapi juga menekan ekonomi keluarga karena warga harus membeli air bersih untuk kebutuhan harian,” tulis laporan itu.
Sumber: mongabay.co.id












