MJ. Jakarta – Pemerintahan era Presiden Prabowo Subianto telah memasuki masa 100 hari kerja. Publik merespons positif capaian kerja yang telah dilakukan pemerintahan Prabowo. Meski meningkat, apresiasi terhadap kerja pemerintah di bidang hukum masih tercatat paling rendah dibandingkan bidang lainnya. Perlu pembenahan aspek kesetaraan hukum, pemberantasan suap, dan jual beli hukum.
Memasuki seratus hari pertama masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, berbagai kalangan masyarakat mulai menganalisis arah pemerintahan yang dijalankan. Banyak pengamat hukum yang mengatakan belum memberikan dampak yang signifikan dalam aspek penegakan hukum.
Dari sisi lain masih lambannya tindakan hukum yang diambil oleh aparat penegak hukum, yang sering kali baru menunjukkan ketegasan setelah kasus-kasus menjadi viral di media sosial atau mendapat sorotan publik.
Dikatakan Praktisi Hukum Stefanus Gunawan SH, M. Hum di 100 hari Pemerintahan Presiden Parabowo-Gibran adanya kemauan, semangat dari Presiden Prabowo dalam hal khususnya penegakan hukum. Stefanus melihat dalam 100 hari sudah ada gebrakan banyak kasus kasus korupsi yang jumlahnya fantansis triliunan sudah mulai di bongkar. Ini menunjukkan kata Stefanus adanya keseriusan dari Presiden Prabowo dan pemerintah untuk mengangkat, membuka kasus kasus korupsi yang selama ini adem adem saja.
“Saya berharap di pemerintahan Presiden Prabowo bukan sebagai “gertak sambel” bukan juga “angat angat tai ayam” saya berharap bahwa ini kontiniew secara terus menerus dilakukan. Jadi bukan hanya sekedar Show Action saja setelah itu redam Kembali,” tegas Ketua DPC Peradi-SAI Jakarta Barat ini.
Untuk itu Stefanus Gunawan menegaskan pemerintah tunjukkan kepada publik bahwa pemerintah hadir, pemerintah dengan tegas akan membongkar tanpa pandang bulu siapa pun yang terlibat dalam kasus korupsi diungkap di sikat, ujarnya.
Untuk itu Stefanus Gunawan menyebut kembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang selama ini masyarakat mungkin sudah pesimis dalam hal penegakan hukum. Tapi ingat, jangan sampai pada taraf penyidikan saja ujung ujungnya vonisnya sama melukai hati masyarakat. Baik kejaksaan terutama kinerja hakim kuncinya di Mahkamah Agung (MA). Harus benar benar hukumannya terhadap kasus kasu korupsi yang sudah mensengsarakan rakyat yang nilainya sampai triliunan harus diberikan hukuman yang terberat, pintanya.
Sebenarnya kata Stefanus Gunawan menjelaskan, bahwa dalam kitab UU tindak pidana korupsi sudah diatur bahkan sampai ancaman hukuman mati. Sekarang pertanyaan, berani tidak untuk menjalankan hukuman itu. Jaksa Dimana tuntutannya semaksimal, terutama hakim. Jadi kalau hanya sekedar gebrakan kemudian diangkat kasusnya bergulir sidangnya divonis tidak membuat efek jera bahkan sudah melukai hati masyarakat ia itu sia sia saja, ucap alumnus Magister Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu.
Hukuman Mati Diterapkan
Jadi kata Stefanus Gunawan setuju hukuman mati terhadap kejahatan kejahatan luar biasa yang korbannya begitu banyak apa lagi dalam suasana Indonesia tidak baik baik saja masih ada pihak pihak oknum melakukan tindak pidana korupsi terapkan hukuman mati. Jadi kata Stefanus, orang pun akan berpikir.
“Jadi kalau hukumannnya ringan sementara koruspsinya sudah triliunan seperti kasus Migas baru baru ini terungkap. Dari tahun 2018-2023 sudah terjadi koruspsi berjemaah. Coba kalau uang iu diselamatkan pergunakan untuk kepentingan bangsa dan kemakmuran rakyat Indonesia akan jauh lebih baik dinikmati betul betul, beber Stefanus Gunawan.
Bagi Stefanus Gunawan, kasus korupsi sangat miris, belum lama ini kasus korupsi 300 triliun di vonis hanya 20 tahun, ini benar benar melukai hati rakyat. Jadi Stefanus Gunawan menegaskan jangan berharap penegakan hukum bisa tegak di republik Indonesia yang sama sama kita cintai bersama kalau sangsi hukumannya tidak memberikan efek jera terhadap para korups, ujarnya.
Dari sisi kinerja para hakim hakim saat ini Stefanus Gunawan melihat, jangan berharap korupsi dapat hapus di negara ini kalau hukumannya masih ringan. Kalau hukumannya kata Stefanus belum memberikan efek jera kepada tersangka koruspsi.
“Sebenarnya pemberantasa tindak pidana koruspsi bagi saya tidak sulit, mudah, karena perangkatnya sudah ada. aparat sudah ada, UU sudah ada, bahkan hukumannya sampai mati pun ada. Sekarang tinggal keberanian kemauan, tekad dari pada penegak hukum mau tidak melakukan dan menjalankan peraturan itu,” tegas Stefanus Gunawan.
Bagi Stefanus Gunawan melihat bahwa kunci penegakan hukum itu sebenarnya ada di tangan Presiden Prabowo. Dan Mahkamah Agung. Jadi kalau Presiden Mensport, dan MA pun demikian saling mendukung negara Indonesia bersih dari koruspsi.
“Jadi jangan bermain main lagi dengan koruspsi, apa lagi pelakunya oknum aparat sendiri. Dan penegak hukum itu sendiri. Harus diberikan hukuman seberat beratnya hukuman mati,” pintanya.
Sebagai sebagai advokat, praktisi hukum kata Stefanus Gunawan, KPK terutama kejaksaan sudah menunjukkan kepada masyarakat akan keseriusannya dalam bekerja dalam penegakan hukum. Namun Dia berharap jangan hanya sampai disini saja, bongkar semuanya dan hukum seberat beratnya. Jadi tunjukan kinerja dari penyidik dari kepolisian, kejaksaaan, KPK, hakim bahkan sampai MA buktikan kepada masyarakat berkomitmen untuk menyelamatkan bangsa dan negara ini berantas habis tindak pidana korupsi dan kedepan tidak ada lagi tindak pidana korupsi di bangsa ini. Dan Indonesia kedepan semakin Sejahtera masyarakatnya, urainya.
Disis lain Stefanus Gunawan berpandangan untuk membantu Presiden Prabowo bukan diperlukan orang orang yang pintar. Tapi moral, kejujuran, keberanian, untuk penegakan hukum itu yang belum ada. Pejabat masih ada yang mau di suap, disogok.
“Jadi orang orang yang dipakai Presiden Prabowo untuk penegakan hukum orang orang yang bersih pemikirannya untuk bangsa dan negara. Bukan untuk kantong pribadi atau untuk kepentingan oknum oknum mereka sendiri. Copot Menteri Menteri yang tidak pro ke rakyat dan tidak sejalan dengan Presiden Prabowo,” pungkasnya.