MJ. Jakarta – Pembentukan kabinet baru di bawah kepemimpinan presiden terpilih Prabowo Subianto semakin menjadi perhatian publik, terutama terkait dengan absennya tokoh Betawi dalam deretan nama yang santer disebut-sebut akan mengisi posisi strategis.
Hal ini menjadi sorotan utama mengingat Jakarta, yang akan segera beralih status dari ibu kota negara menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), memegang peran sentral dalam kebijakan pemerintahan ke depan.
Jakarta bukan sekadar pusat pemerintahan dan ekonomi, tetapi juga merupakan simbol kebhinekaan Indonesia. Masyarakat Betawi, yang merupakan penduduk asli Jakarta, sering kali merasa kurang terwakili di tingkat pemerintahan pusat, meskipun mereka memiliki akar sejarah yang dalam dan keterkaitan budaya yang kuat dengan kota ini.
Dalam transisi Jakarta menjadi DKJ, keterwakilan tokoh Betawi di kabinet Prabowo-Gibran dipandang penting untuk menjaga keseimbangan sosial dan budaya.
“Memasukkan tokoh Betawi dalam kabinet adalah langkah strategis untuk menunjukkan penghargaan terhadap komunitas lokal yang telah menjadi bagian integral dari sejarah Jakarta. Keterlibatan mereka di pemerintahan bisa menjadi jembatan dalam upaya menjaga keharmonisan, terutama di tengah pergeseran fungsi Jakarta sebagai DKJ,” ujar Abu Bakar, Ketua Umum Himpunan Masyarakat Betawi Raya (Himbara), saat memberikan pernyataan resmi. (17/10/24)
Perubahan status Jakarta menjadi DKJ tidak hanya membawa dampak pada tata kelola pemerintahan, tetapi juga menyentuh aspek pelestarian identitas budaya lokal. Dengan kehadiran tokoh Betawi di kabinet, diharapkan kebijakan pemerintah terkait Jakarta dapat lebih berpihak kepada masyarakat setempat, yang telah lama menghadapi tantangan-tantangan seperti perubahan tata ruang kota, urbanisasi, dan modernisasi yang cepat.
Sebagai salah satu pusat budaya Betawi, Jakarta memiliki peran penting dalam menjaga tradisi dan identitas lokal. Dengan transisi menjadi DKJ, peran tersebut diharapkan dapat terus diperkuat.
Seorang tokoh Betawi di kabinet akan mampu memastikan bahwa proses transisi ini tetap mempertahankan keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian budaya.
“Jakarta adalah rumah bagi masyarakat Betawi, dan dalam proses menjadi DKJ, kita berharap ada kebijakan yang jelas untuk melindungi hak-hak masyarakat lokal, termasuk dalam bidang budaya dan ekonomi. Ini tidak bisa dilakukan tanpa keterlibatan langsung dari mereka yang memahami kebutuhan komunitas Betawi,” lanjut Abu Bakar.
Seiring semakin dekatnya pelaksanaan status DKJ, kehadiran tokoh Betawi dalam kabinet juga dilihat sebagai bentuk pengakuan dan keadilan sosial bagi masyarakat yang telah berkontribusi besar terhadap pembentukan karakter ibu kota. Langkah ini diharapkan mampu memperkuat rasa memiliki di tengah perubahan besar yang akan terjadi.
Selain itu, kebijakan ini diyakini dapat membawa stabilitas politik dan sosial yang lebih baik di Jakarta. Dengan memperkuat keterwakilan lokal, pemerintahan Prabowo-Gibran diharapkan mampu menciptakan suasana yang lebih inklusif dan harmonis, seiring perubahan status Jakarta menjadi DKJ.