“Evaluasi Kinerja Pasca 2 Tahun Pj Gubernur Jakarta, Heru Budi Pertanyakan Potensi Penyimpangan”

“Evaluasi Kinerja Pasca 2 Tahun Pj Gubernur Jakarta, Heru Budi Pertanyakan Potensi Penyimpangan”

MJ. Jakarta – Jabatan Heru Budi Hartono sebagai Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta resmi berakhir pada hari ini, Kamis, 17 Oktober 2024, setelah dua tahun menjalankan tugasnya. Merujuk informasi yang ada, Presiden Joko Widodo telah menunjuk Teguh Setyabudi sebagai pengganti, sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 125P yang ditandatangani pada 16 Oktober 2024.

Heru Budi, yang dilantik pada 17 Oktober 2022, menjalankan tugasnya dengan sejumlah keterbatasan. Salah satu keterbatasan tersebut adalah ketidakberwenangannya membuat kebijakan baru tanpa persetujuan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Sebagai Pj Gubernur, wewenang Heru Budi difokuskan pada pelaksanaan kebijakan yang telah ada, sementara untuk merumuskan kebijakan baru memerlukan persetujuan dari pemerintah pusat.

Tidak seperti gubernur definitif yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum, Penjabat Gubernur ditunjuk oleh Presiden. Oleh karena itu, wewenangnya lebih terbatas, difokuskan pada kelanjutan pelaksanaan program-program yang telah ada, serta memastikan stabilitas dan kelancaran pemerintahan di Jakarta selama masa transisi.

Selama masa jabatannya, Heru Budi Hartono hanya mengimplementasikan Rencana Pembangunan Daerah (RPD) 2023-2026 yang disusun oleh gubernur sebelumnya, Anies Baswedan. RPD ini disahkan melalui Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2022 dan menjadi acuan utama bagi semua kebijakan pembangunan di DKI Jakarta.

Potensi Penyimpangan dari RPD: Apakah Ada?

Dalam dua tahun kepemimpinan Heru Budi, evaluasi atas kesesuaian kebijakan yang diambilnya dengan RPD menjadi sangat penting. Pergub Nomor 25 Tahun 2022 adalah dasar hukum yang harus diikuti oleh Pj Gubernur. Oleh karena itu, jika ada kebijakan yang tidak merujuk atau bertentangan dengan RPD, hal tersebut dapat dianggap sebagai penyimpangan.

Beberapa kebijakan yang tampaknya berbeda dari program-program dalam RPD memerlukan analisis lebih lanjut. Salah satu contohnya adalah kebijakan memberikan makanan bergizi gratis kepada siswa SD, yang diduga tidak tercantum dalam RPD.

Selain itu, Heru Budi juga tidak melanjutkan pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) Sampah Modern di Sunter, sebuah proyek besar yang tercantum dalam RPD. Ia juga mengganti slogan “Jakarta: Kota untuk Semua,” yang sesuai dengan Pergub Nomor 25 Tahun 2022, dengan slogan baru, “Sukses Jakarta untuk Indonesia.”

Kebijakan-kebijakan atau program lainnya yang dilakukan selama kepemimpinan Heru Budi perlu ditelusuri lebih dalam untuk dievaluasi apakah sesuai dengan aturan dalam RPD. Pada intinya, semua program atau kegiatan yang tidak tercantum dalam RPD harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Dalam Negeri terlebih dahulu. Jika tidak, maka perlu dilakukan pendalaman dan verifikasi lebih lanjut.

Pentingnya Evaluasi dan Transparansi

Evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Heru Budi Hartono selama menjabat sebagai Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta menjadi sangat penting. Evaluasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa tugas dan tanggung jawabnya telah dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Jika ditemukan bukti adanya penyimpangan dalam implementasi kebijakan, hal tersebut perlu ditelusuri lebih lanjut. Apabila penyimpangan tersebut mengarah pada pemborosan anggaran, penyalahgunaan anggaran, atau bahkan menimbulkan potensi kerugian negara, maka tindakan lebih lanjut perlu dilakukan, termasuk melaporkannya kepada aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, atau Kepolisian.

Waktu yang tepat untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Heru Budi adalah setelah berakhirnya masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober 2024. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa analisis kinerja dapat berlangsung secara objektif, tanpa terpengaruh oleh kepentingan politik dari pemerintahan yang sedang berjalan.

Evaluasi menyeluruh ini sangat penting, tidak hanya untuk memastikan akuntabilitas dalam pemerintahan daerah, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan publik bahwa pejabat yang ditunjuk oleh pusat menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan hukum. Langkah ini juga akan memperkuat penegakan aturan dan transparansi dalam pemerintahan daerah.

Dengan pergantian pemerintahan yang akan segera tiba, yaitu transisi dari Presiden Joko Widodo ke Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk periode 2024-2029, evaluasi terhadap kinerja Pj Gubernur Heru Budi Hartono perlu dilakukan secara cermat dan transparan. Setiap potensi penyimpangan harus diungkap dan ditangani dengan tepat, demi menjaga tata kelola pemerintahan yang baik dan menjaga transparansi di Jakarta.

Penulis: Ical Syamsudin, Direktur Eksekutif LBH JARAK (Jaringan Rakyat)Editor: Red