MJ. Jakarta – Sidang lanjutan perkara nomor 465/PIT.B/2024/PN JKPS terkait dugaan pemalsuan putusan Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Guru Besar Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Prof. Dr. Marthen Napang, S.H, kembali digelar pada Selasa (3/9/2024). Agenda sidang kali ini adalah meminta keterangan saksi korban/pelapor, Dr. John N. Palinggi, MM, M.BA.
Sidang yang sebelumnya sempat tertunda selama satu minggu dan diskors sekali, kini dilanjutkan dengan menghadirkan kembali Dr. John N. Palinggi untuk memberikan keterangan lebih lanjut. Dalam sidang sebelumnya, satu dari empat saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah memberikan keterangannya.
Persidangan lanjutan dugaan pemalsuan putusan Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Guru Besar Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Dr. Marthen Napang, S.H, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya. Sidang yang dipimpin langsung oleh Hakim Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Buyung Dwikora, menghadirkan empat kuasa hukum terdakwa sekaligus.
Berdasarkan pengamatan majalahjakarta, jalannya persidangan kali ini berlangsung dengan suasana yang lebih santai dibandingkan sidang sebelumnya pada Selasa (3/9/2024). Saat memulai sidang, kuasa hukum terdakwa bertanya kepada saksi korban, Dr. John N. Palinggi, MM, M.BA, dengan nada yang lebih tenang dan tidak menekan. Berbeda dengan sidang sebelumnya, di mana kuasa hukum terdakwa terkesan menyudutkan saksi korban dan mengulang-ulang pertanyaan.
Pada persidangan kali ini, hanya beberapa pertanyaan yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa kepada saksi korban, tanpa adanya tekanan seperti yang terjadi pada sidang sebelumnya. Sidang ini merupakan bagian dari proses panjang untuk menggali keterangan terkait dugaan pemalsuan putusan MA.
Suasana dalam ruang sidang dugaan pemalsuan putusan Mahkamah Agung (MA), dengan terdakwa Guru Besar Universitas Hasanudin (Unhas), Makasar, Prof, Dr, Marthen Napang, S.H,
Ketegangan mewarnai jalannya sidang dugaan pemalsuan putusan Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Prof. Dr. Marthen Napang, S.H, ketika kuasa hukum terdakwa, Mardani Napang, mulai mengajukan pertanyaan kepada saksi korban, Dr. John N. Palinggi, MM, M.BA. Dengan nada bicara yang tegas dan mencecar, Mardani menanyakan berbagai hal kepada John Palinggi, yang dinilai Hakim Buyung Dwikora tidak relevan dengan pokok perkara dan di luar surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suwarti.
Hakim Buyung Dwikora kemudian memberikan teguran keras kepada Mardani Napang atas pertanyaan-pertanyaan yang tidak sesuai dengan substansi perkara. Hakim bahkan mengancam akan mengusir Mardani dari ruang sidang jika ia tidak segera menghentikan pertanyaan yang dianggap menyimpang.
Ketegangan bermula ketika Mardani Napang mempertanyakan alasan John Palinggi mengirimkan surat kepada pihak Universitas Hasanuddin Makassar, dalam hal ini Rektor Unhas. John Palinggi dengan tegas menjawab bahwa isi surat tersebut didasarkan pada keluhan atas apa yang telah ia alami.
“Saya alami bahwa saya ditipu dengan cara seperti itu,” tegas John Palinggi menjawab pertanyaan Mardani Napang. Jawaban tersebut menegaskan posisi saksi korban dalam perkara ini, sementara suasana sidang tetap tegang hingga akhirnya kuasa hukum terdakwa mengakhiri sesi pertanyaan tersebut.
Saksi korban, Dr. John N. Palinggi, MM, M.BA, kembali memberikan keterangan dalam sidang dugaan pemalsuan putusan Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Prof. Dr. Marthen Napang, S.H. John Palinggi menceritakan detail terkait dana yang ia transfer ke nomor rekening atas nama Sahyudin. Saksi menjelaskan bahwa ia langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Kendari.
Di hadapan polisi, Sahyudin mengaku tidak mengetahui apa pun terkait ATM yang digunakan untuk menerima dana tersebut. “Sahyudin mengatakan bahwa ATM tersebut dipegang oleh orang lain,” ungkap John Palinggi di hadapan majelis hakim.
Lebih lanjut, John Palinggi juga mengungkapkan bahwa dirinya sempat bertanya kepada Ketua Ardin (Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia) setempat mengenai nomor rekening tersebut. Sebagai seseorang yang mengaku kurang memahami masalah perbankan, ia memerlukan penjelasan tambahan. Dari informasi yang diperoleh, diketahui bahwa uang sebesar 850 juta rupiah tersebut telah dibagikan kepada 86 orang.
Selain itu, John Palinggi juga menyinggung isu terkait terorisme. Ia menyatakan bahwa jika dirinya dianggap memberikan informasi yang salah terkait seseorang bernama Sueb, perlu dicatat bahwa Polda Metro Jaya telah mengirim tiga perwira ke Lebak untuk menyelidiki kasus tersebut.
“Dari hasil pemeriksaan, termasuk keterangan dari orang tua Sueb, diketahui bahwa Sueb memang terlibat dalam kasus terorisme. Jika ada keraguan, silakan tanyakan langsung kepada pihak Polda Metro Jaya, karena saya tidak ingin menuduh tanpa dasar,” jelas John Palinggi di depan pengadilan.
Dalam sidang kali ini, suasana sempat memanas saat kuasa hukum terdakwa, Mardani Napang, terus mencecar saksi korban, Dr. John N. Palinggi, dengan nada bertanya yang semakin tinggi.
“Buktinya mana, Pak?” tanya Mardani dengan nada menekan.
Pertanyaan tersebut membuat Hakim Buyung Dwikora langsung angkat bicara. Ia menilai pertanyaan kuasa hukum tidak relevan dengan pokok perkara yang tengah dibahas.
“Sudah cukup, tidak ada relevansinya. Saudara keluar saja kalau begitu!” tegas Hakim Buyung Dwikora dengan nada tinggi.
Hakim Buyung kemudian menegaskan kembali inti dari perkara yang sedang disidangkan. “Ini kasus pemalsuan dan penipuan, itu saja. Di sini kita mencari kebenaran, apakah dakwaan Jaksa terbukti atau tidak terhadap terdakwa Marthen Napang, bukan terhadap saksi,” jelasnya.
Meskipun telah ditegur, Mardani Napang tetap bersikeras dan kembali mencecar John Palinggi.
“Jika menulis surat atau dokumen lainnya, janganlah berbohong,” ucap Mardani dengan nada tinggi.
Hakim Buyung kembali memotong intervensi tersebut. “Sekali lagi, pertanyaan yang Anda sampaikan tadi tidak relevan. Jika Anda masih bertanya di luar konteks, Saudara keluar saja!” ujar Hakim dengan tegas.
“Ini kasus pemalsuan dan penipuan. Kita di sini untuk membuktikan apakah dakwaan Jaksa itu terbukti atau tidak, bukan menanyakan hal-hal yang tidak relevan kepada saksi,” ungkap Hakim.
Di sisi lain, kuasa hukum terdakwa yang lain kemudian menanyakan kepada saksi John Palinggi mengenai dugaan bahwa saksi pernah berniat meminjam uang sebesar 1 miliar rupiah kepada terdakwa.
Dengan tegas, John Palinggi menjawab, “Itu tidak benar dan sepenuhnya bohong. Itu hanya karangan saja. Izin, Pak Pengacara, saya hidup berkecukupan, dan di mana pun saya tidak pernah memiliki pinjaman.”
Sidang akhirnya ditutup oleh Hakim Buyung Dwikora dan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan dari tiga saksi lainnya.