MJ. Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat Peduli Nusantara Tunggal berpendapat bahwa, Hak Pengelolaan (HPL) bukan merupakan hak atas tanah sebagaimana Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA).
HPL adalah sebagian dari tanah negara yang kewenangan pelaksanaan Hak Menguasai Negara (HMN) yang dilimpahkan kepada pemegang HPL.
Kedudukan HPL dalam Sistem Hukum Tanah Nasional di dalam UUPA tidak secara eksplisit mengatur tentang HPL. HPL ini tersirat dalam Pasal 2 ayat (4) UU PA yang berbunyi “HMN tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut peraturan pemerintah.
Hal ini berimplikasi bahwa HPL hakikatnya bukan hak atas tanah gempilan dari HMN.
Bahwa HPL tidak dapat dialihkan dan tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan (HT). Namun, di atas HPL ini dapat diberikan hak atas tanah HGB/HP dengan SPPT (Surat Perjanjian Penggunaan Tanah-red).
HGB/HP di atas HPL ini, lanjutnya, dapat dialihkan kepemilikannya dan dibebani dengan HT atas persetujuan pemegang HPL.
bahwa subjek HPL antara lain, instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) PT Persero, badan otorita, dan badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah.
Saat ini diperlukan perundang-undangan tentang HPL yang mendudukkan kembali fungsi HPL pada fungsi semula sebagi kewenangan publik.
PPNT sebagai kontrol kebijakan Publik yang konsen di bidang pertanahan berharap agar DJKN tetap optimis menjadi Garda terdepan sebagai penjaga aset negara agar tidak dimanfaatkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) merupakan unit eselon I di bawah Kementerian Keuangan yang memiliki tugas strategis dalam mengelola kekayaan negara atau aset negara. Salah satu tanggung jawab utama DJKN adalah mengelola Barang Milik Negara (BMN) yang saat ini telah mencapai nilai sekitar Rp2.000 triliun.
Selain itu, DJKN juga memiliki tugas dan fungsi lain, seperti memberikan pelayanan penilaian, penyelesaian piutang negara, dan pelaksanaan lelang.
Dalam pelaksanaan tugas terkait lelang, ditemukan 590 perkara lelang yang sebagian besar berkaitan dengan eksekusi objek hak tanggungan. Temuan ini disampaikan oleh tim S3 PPNT yang menyoroti perlunya perhatian lebih terhadap pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan.
Sebagai upaya peningkatan kualitas pengelolaan, DJKN diharapkan dapat memperoleh masukan dari akademisi dan praktisi hukum. Salah satunya adalah pandangan dari Dr. Pujiono, SH, M.Hum, yang secara rinci memaparkan tentang penyertaan dalam tindak pidana umum dan tindak pidana khusus, termasuk tindak pidana korupsi.
Diskusi mengenai pelaksanaan eksekusi objek hak tanggungan, kedudukan Hak Pengelolaan (HPL) dalam sistem hukum tanah nasional, serta penyertaan dalam tindak pidana memberikan wawasan penting bagi DJKN. Dengan mendapatkan masukan dari berbagai pihak, DJKN diharapkan mampu memperkuat perannya dalam pelaksanaan lelang yang sesuai dengan prinsip hukum dan mendukung tata kelola aset negara secara optimal.
Melalui langkah ini, DJKN tidak hanya meningkatkan kapasitas kelembagaan tetapi juga membangun kepercayaan publik terhadap pengelolaan kekayaan negara yang transparan, akuntabel, dan profesional.