MJ. Jakarta – Kehidupan yang lebih tertib membawa banyak keuntungan bagi masyarakat. Ketika kita semua sepakat untuk hidup lebih teratur dan mematuhi aturan, tidak hanya kriminalitas yang dapat ditekan, tetapi juga kualitas hidup bersama yang meningkat. Ketertiban ini menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan saling menghargai.
Namun, upaya menciptakan kehidupan yang tertib memerlukan komitmen yang tidak hanya datang dari masyarakat, tetapi juga dari para penegak hukum. Jika masyarakat mulai menanggapi hukum dengan baik, maka moralitas dan integritas penegak hukum harus sejalan. Sebab, salah satu alasan masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap hukum adalah karena pengalaman buruk yang mereka alami, seperti ketidakadilan dan perlakuan yang tidak setara.
Fenomena “pandang bulu” masih menjadi tantangan besar dalam sistem penegakan hukum. Ketika penegak hukum terlihat memberikan perlakuan istimewa kepada pelanggar hukum tertentu—baik karena uang, koneksi, maupun hubungan keluarga—hal ini menciptakan kesan bahwa hukum hanya berlaku untuk mereka yang tidak memiliki “privilege”. Situasi ini mendorong masyarakat untuk merasa apatis terhadap hukum dan mencari jalan pintas, yang pada akhirnya merusak tatanan ketertiban yang ingin kita capai bersama.
Dalam sistem hukum yang ideal, semua orang diperlakukan sama di mata hukum. Prinsip ini adalah landasan utama keadilan. Namun, kenyataannya masih ada penegak hukum yang “takut” menghadapi pihak tertentu, entah karena kekuasaan, kekayaan, atau pengaruh lainnya. Padahal, hukum tidak mengenal perbedaan; ia dibuat untuk menertibkan masyarakat tanpa memandang status atau kedudukan seseorang.
Hukum yang tegas dan adil bertujuan untuk menciptakan keteraturan. Sanksi yang diterapkan bukan dimaksudkan untuk merugikan, melainkan untuk memberikan efek jera, sehingga pelanggaran serupa tidak terulang. Namun, sistem hukum yang efektif hanya dapat terwujud jika semua pihak—baik penegak hukum maupun masyarakat—mendukungnya dengan sikap yang benar.
Penegak hukum harus menunjukkan ketegasan dan integritas dalam menjalankan tugasnya, tanpa takut atau ragu terhadap pihak mana pun. Di sisi lain, masyarakat juga perlu mengubah cara pandang mereka terhadap hukum. Hukum bukan musuh, melainkan alat yang bermanfaat untuk melindungi hak dan kepentingan bersama. Dengan memahami manfaat hukum, masyarakat akan lebih mudah mematuhi aturan yang ada.
Kesadaran akan pentingnya hukum harus dimulai dari diri sendiri. Ketika setiap individu memahami dan menaati hukum, maka keteraturan akan terwujud. Seluruh lapisan masyarakat—dari yang paling kecil hingga yang tertinggi—perlu bersinergi untuk menciptakan budaya hukum yang sehat.
Jika kesadaran ini tumbuh secara kolektif, sistem hukum yang baik dan adil di Indonesia bukan lagi sekadar harapan, melainkan kenyataan. Dengan demikian, negeri ini akan memiliki tatanan kehidupan yang lebih tertib, aman, dan sejahtera bagi semua.